My Story…

Jujur, pada saat ditugaskan untuk membuat cerita inspirasi dari pengalaman hidup sendiri  saya  sempat bingung apakah cerita pengalaman hidup saya ini dapat menginspirasi orang lain atau tidak. Pada saat itu saya masih duduk di bangku kelas 3 SMP. Ayah saya mulai men”design” kehidupan saya. Beliau menginginkan saya untuk menuntut ilmu di kota Bandung yang notabenenya saya tidak punya tempat tinggal dan kerabat dekat disana yang artinya saya harus hidup ngekost dan memulai kehidupan saya sendiri tanpa orang tua. Pada saat itu saya berpikir bahwa ayah saya “jahat”. Gimana engga,  ayah saya seolah “membuang” saya ke kota yg bahkan belum pernah saya kunjungi  pada saat itu. Yeah, he is a crazy daddy. Terjadi penolakan yg luar biasa pada saat itu,tapi ayah saya tetap pada pendiriannya. Beliau memiliki moto “tempalah besi selagi panas”. Karena belaiu adalah ayah saya,mau nggak mau saya harus menuruti keinginan “gila” ayah saya.  Oke, akhirnya saya hidup di Bandung. Hidup di Bandung ternyata tidak semudah yang dibayangkan . Atsmofer pergaulan anak muda Bandung bisa dibilang ekstrem, jauh berbeda dengan pergaulan  di Purwakarta tempat saya berasal. Dikondisi saya yang masih sangat labil saat itu,saya dihadapkan pilihan : menjadi  anak yang nakal atau menjadi anak yang dapat mengukir prestasi. Hari demi hari saya lewati dengan tangisan. Saya ngerasa ngga sanggup tinggal sendiri,yah benar-benar sendiri tanpa keluarga. Setiap saya mengeluh, ayah saya selalu bilang “ayo, kamu bisa dek, kamu bisa ! anak bapak ga boleh ngeluh”. Ngga  jarang juga saya minta kembali ke rumah. Tapi ya itu, ayah saya selalu ngepush saya kalau saya pasti bisa.

Hari-hari disekolah saya yang baru inipun terasa semakin berat. Banyak sekali yang melihat saya dengan sebelah mata. Mereka menganggap saya “anak kampung” yang mereka pikir itu bodoh. Saya mulai ngerasa down. Bagaimana tidak, setiap saya melangkah, saya selalu dianggap remeh oleh mereka. Mulai saat itu, saya bertekad dalam hati bahwa saya akan membuktikan pada mereka kalo  kehadiran saya disini memiliki “arti”.

Saya mulai belajar membiasakan diri dengan lingkungan sekitar. Saya mulai belajar dengan sungguh-sungguh agar bisa mendapatkan ranking 1. Tujuannya adalah agar mereka menghargai saya dan tidak menganggap saya bodoh lagi.

Suatu hari, saat pembagian rapor nilai, ternyata saya mendapatkan ranking 1 dikelas perasaan saya saat itu bangga sekali. Gimana engga, dulu saya nothing dan kini saya menjadi something. Itu semua berkat usaha saya selama ini. Terbukti saat itu pula teman-teman saya yang dulu menganggap remeh saya mulai menghargai saya.

Selama 3 tahun saya mempertahankan peringkat  1 itu di sekolah sehingga saya bisa mendapatkan tiket emas ke IPB. Ternyata ide ayah saya yang dulu saya anggap “gila” itu justru sekarang memiliki arti. Saya bisa menjadi gadis yang sangat mandiri saat ini karena beliau. Thank’s Dad, i’m so proud of you.

Leave a comment